2.1.1. Manusia Sebagai Makhluk
Individu
Dalam bahasa latin individu
berasal dari kata individium berarti
yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk
menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Individu bukan
berarti manusia sebagai suatu kesatuan yang tiidak dapat di bagi-bagi melainkan
sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai perorangan sehingga sering
digunakan sebagai sebutan « orang-seorang ». atau
« manusia perorangan ». Individu merupakan suatu aspek jasmani dan
rohani. Dengan kemampuan rohaniahnya individu dapat berhubungan dan berfikir
serta dengan pikirannya itu mengendalikan dan memimpin kesanggupan akal dan
kesanggupan budi untuk mengatasi segala masalah dan kenyataan yang dialaminya.
Dari segi jasmaniahnya, manusia memiliki perangkat fisik
yang sama, namun apabila kita melihat lebih detail maka akan banyak perbedaan.
Perbedaan tersebut terlihat pada bentuk ukuran dan lainnya pada perangkat fisik
manusia. Dan itulah yang membuat manusia mudah dibedakan secara fisik. Namun
ciri seorang indivisu tidak hanya mudah dikenali dari fisik atau biologisnya, Sifat, karakter,
perangai, atau gaya dan selera orang juga berbeda-beda. Lewat ciri-ciri fisik
seseorang pertama kali dikenali, setelah itu baru kita mullai mengenali sifat
atau bahasa yang lebih luasnya karekter dari seseorang.
Manusia sebagai individu memiliki karakteristik yang khas
yang kemudian kita sebut sebagai kepribadian. Yingger, seperti dikutip oleh
Horton dan Hunt memberikan batasan kepribadian adalah « keseluruhan
prilaku seseorang yang merupakan interaksi antara kecenderungan-kecenderungan
yang diwariskan (secara biologis) dengan rentan-rentan situasi (lingkungan).
Menurut Nursid Sumaatmaja (2000), kepribadian adalah
keseluruhan prilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi
potensi bio-psiko-fisikal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan
rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta
reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia
menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan
karakteristik yang khas dari seseorang.
2.1.2. Manusia Sebagai Makluk
Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari kita tiidak lepas dari
pengaruh orang lain. Selama manusia hidup ia tidak kan lepas dari pengaruh
masyarakat, di rumah, di sekolah, dan dilingkungan yang lebih besar manusia
tidak lepas dari pengaruh orang lain. Oleh karena itu menusia dikatakan sebagai
makhluk ssosial, yaitu makhluk yang didalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri
dari pengaruhh manusia lain.
Dalam konteks sosial yang disebut masyarakat, setiap
orang akan mengenal orang yang lain, karena itu prilaku manusia selalu terkait
pada orang lain. Perilaku manusia dipengaruhi orang lain, ia melakukan sesuatu
dipengaruhi faktor diluar dirinya, seperti tunduk pada peraturan, tunduk pada
norma masyarakat, dan keinginan mendapat respon positif dari orang lain
(pujian).
Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga
dikarenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan
orang lain. Ada kebutuhan sosial (social need) untuk hidup berkelompok dengan
orang lain. Menusia memiliki kebutuhan untuk mencari kawan atau teman.
Kebutuhan untuk berteman dengan orang lain, seringkali didasari atas kesamaan
ciri atau kepentingannya masing-masing. Misalnya, orang kaya cenderung berteman
dengan orang kaya, orang yang berprofesi artis cenderung berteman dengan artis
lagi. Dengan demikian, akan terbentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat
yang didasari oleh kesamaan ciri atau kepentingan.
Tanpa bantuan dari manusia lainnya, manusia tidak mungkin
bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa makan
menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan
seluruh potensi kemanusiaannya.
2.2.
Interaksi Sosial
Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi
saling pengeruh mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui,
bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu
dengan yang lainnya. Ada beberapa pengertian interaksi sosial yang ada
dilingkungan masyarakat. Diantaranya yaitu :
1.
Menurut H. Booner dalam bukunya sosial Psychology
memberikan rumusan interaksi sosial bahwa : « interaksi sosial adalah
hubungan antar dua individu atau lebih, dimana kelakuan induvidu yang satu
mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang laina tau
sebaliknya ».
2.
Menururt Gillin dan Gillin (1954) yang menyatakan bahwa
interaksi sisial adalah hubungan-hubungan antara orang-orang secara individual,
antar kelompok orang, dan orang perorangan dengan kelompok
3.
Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara
individu dengan individu, antara kelompok dengan kelompok, antar individu
dengan kelompok.
Interaksi Sosial
antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai, pada saat
itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan
mungkin berkelahi. Aktifitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari
interaksi sosial.
Interaksi sosial
terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor : imitasi, sugesti,
identifikasi dan simpati.
Imitasi adalah
suatu proses peniruan atau meniru. Banyak prilaku kita sebenarnya diawali
dengan meniru. Pada usia kanak-kanak dan dewasa kita melakuakan peniruan,
seperti meniru piotongan model baju, celana, model rambut dan lain-lain. Dalam
proses peniruan biasanya lebih mudah terjadi dan mudah berubah, artinya proses peniruan
sering kali tidak bertahan lama, karena ada model baru meka berubah lagi pada
model tersbut ketika model tersebut diminati.
Sugesti adalah
suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau
pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa dikritik terlebih dahulu.
Yang dimaksud sugesti disini ialah pengaruh psikis, baik yang datang dari
dirinya sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya
daya kritik.
Arti sugesti dan
imitasi dalam ubungannya, dengan interaksi sosial adalah hampir sama. Bedanya
ialah bahwa dalam imitasi orang yang satu mengikuti salah satu dirinya,
sedangkan pada sugesti seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya,
lalu diterima oleh orang lain diluarnya.
Orang akan mudah
terkena sugesti orang lain manakala ia berada pada suatu keadaan yang
dilematis, yaitu keadaan dimana orang tersebut dihadapkan kepada pilihan yang
sama-sama sullit.
Identifikasi dalam
psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik
secara lahiriah maupun batiniah. Disini dapat diketahui, bahwa hubungan sosial
yang berlangsung pada identifikasi adalah lebih mendalam dari pada hubungan
yang berlangsung atas proses-prosses sugesti maupun imitasi.
Simpati adalah perasaan
tertariknya orang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas
dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga
pada proses identifikasi. Bahkan orang tiba-tiba merasa tertarik pada orang ain
dengan sendirinya, karena keseluruhan cara-cara tingkah laku menarik baginya.
2.3.
Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk
interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation),
persaingan (competition), dan pertentangan
atau pertikaian (conflict). Suatu
kedaan dapat ditangkap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial, keempat
bentuk pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan kontinuitas
dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang kemudan
menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada
akomodasi.
Gillin and Gillin
pernah mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada
duamacam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi
sosial :
a.
Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu
akomodasi, asimilasi, dan akturasi.
b.
Proses Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi « contravention » dan
pertentangan pertikaian.
Adapun interaksi yang pokok
proses-proses adalah :
1. Bentuk Interaksi Asosiatif
a.
Kerja Sama (cooperation)
beberapa orang sosiolog enganggap bahwa posisi merupakan
bentuk interaksi sosial yang pokok, sebaliknya sosiolog lainnya mengenggap
mereka bahwa kerja sama merupakan pruses utama. Golongan yang terakhir tersebut
memahamkan kerjasama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk interaksi
sosial, atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dijumpai
pada semua kelompok manusia.
Kerjasama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap
kelompoknya dan kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerjasama ada
tiga bentuk kerjasama yaitu :
·
Bergaining, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran
barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
·
Cooperation, proses penerimaan unsur-unsur baru dalam
kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah
satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi
yang bersangkutan.
·
Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih
yang memiliki tujuan sama.
b.
Akomodasi (accomodation)
Istilah akomodasi
dipergunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan, berarti
suatu kenyataan adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang
perorangan dan kelompok manusia, sehubungan dengan norma-norma sosial dan
nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Adapun
bentuk-bentuk dari akomodasi, di antaranya :
·
Coertion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya
dilaksanakan karena adanya paksaan ;
·
Compromise, suatu bentuk akomodasi, dimana pihak yang
terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian
terhadap perselisihan yang ada ;
·
Arbitration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila
pihak yang berhadapan tidak sanggup untuk mencapainya sendiri ;
·
Mediation, hampir menyerupai arbitration diundang pihak
ke tiga yang retrial dalam soal perselisihan yang ada ;
·
Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan
pihak yang berselisih, bagi tercapainya suatu persetujuan bersama ;
·
Toleration, bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang
formil bentuknya ;
·
Stelemate, merupakan suatu akomodasi dimana pihak-pihak
yang berkepentingan mempunyai yang seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam
melakukan pertentangannya ;
·
Adjudication, yaitu perselisihan perkara atau sengketa di
pengadilan.
1.
Bentuk Interaksi Disosiatif
a.
Persaingan
Peersaingan adalah
bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bersaing untuk
mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik perhatian atau
mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan kekerasan.
b.
Kontravensi (contravention)
Kontravensi bentuk
interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan. Kontravensi ditandai
oleh adanya ketidakpastian dari seseorang, perasaan tidak suka yang ddisembunyikan
dan kebencian terhadap kepribadian orang, akan tetapi gejala-gejala tersebut
tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.
c.
Pertentangan (conflict)
Pertentangan adalah
suatu bentuk interaksi individu atau kelompok sosial yang berusaha untuk
mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman atau
kekerasan.
Pertentangan memiliki
bentuk-bentuk yang khusus, antara lain :
1.
Pertentangan pribadi, pertentangan antar individu ;
2.
Pertentangan rasional, pertentangan yang terjadi karena
perbedaan ras ;
3.
Pertentangan kelas sosial, pertentangan yang disebabkan
oleh perbedaan kepentingan antara kelas sosial ;
4.
Pertentangan politik, biasanya terjadi di antara partai
politik.
2.4.
Sosialisasi
Sosialisasi adalah
sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu
generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah
sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory).
Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan
oleh individu.
Berdasarkan
jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga)
dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses
tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat
bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam
situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun
tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
1.
Sosialisasi Primer
Peter L. Berger dan
Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang
dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat
(keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau
saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan
lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan
orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini,
peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab
seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna
kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi
yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
2.
Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi
sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer
yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah
satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi,
seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses
desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.
Setiap kelompok
masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah
seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu
berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya
di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok
sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling
membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi
yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah
sebagai berikut.
1.
Formal
Sosialisasi tipe
ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang
berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
2.
Informal
Sosialisasi tipe
ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan,
seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok
sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi
formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi
anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam
lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman
sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam
interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses
soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia
lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai
dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai
teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun proses
sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit
untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan
informal sekaligus.
2.5.
Pola sosialisasi
Sosiologi dapat
dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris.
Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan
hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah
penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada
kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu
arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang
tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other.
Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana
anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan
bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan.
Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi
pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized
other.
2.6. Proses
sosialisasi
Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead
berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui
tahap-tahap sebagai berikut.
a.
Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami
sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal
dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap
ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih
balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat
oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut
dengan kenyataan yang dialaminya.
b.
Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai
dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan
oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri
dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari
tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari
anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain
juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia
berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut
merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya
diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak,
orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
c.
Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang
dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung
dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada
posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain
secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga
dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi
semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan
dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di
luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu,
anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
d.
Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized
Stage/Generalized other)
Pada tahap ini
seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada
posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa
tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan
masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan
bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap.
Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat
dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih
menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self
concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu
yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai
berikut.
1. Kita
membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa
dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak
memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana
orang lain menilai kita.'
Dengan pandangan
bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang
lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada
tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya.
MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau
orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan
ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila
dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa
jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada
anak yang lebih hebat dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita
sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya
penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan
penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di
atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha
memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika
seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan
peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya,
walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya. for dio kurniawan
2.7.Agen
sosialisasi
Agen sosialisasi
adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen
sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan
lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yang
disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama
lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi
bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di
sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan
menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa
mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi
akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen
sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama
lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam
situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
1.
Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti
(nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan
saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu
rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas
(extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu
rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek,
paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan
yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang
berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen
sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi,
menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga
pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan
keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
2.
Teman pergaulan
Teman pergaulan
(sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia
mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai
kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam
proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada
masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian
seorang individu.
Berbeda dengan
proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat
(berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain
dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang
sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat
mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya
sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
3.
Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben,
dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan
berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai
kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan
(specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang
tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar
tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
4.
Media massa
Yang termasuk
kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah,
tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh
media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan
penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan
gaya hidup masyarakat pada umumnya.
Gelombang besar
pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan
gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor,
kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan
massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan
dampak buruk lainnya.
5.
Agen-agen lain
Selain keluarga,
sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh
institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan
pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang
dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak
pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat
besar.
3.1.
Deskripsi Kasus
Kasus pengeroyokan Brigadir L Manurung, anggota Dit
Narkoba Poldasu oleh sejumlah anggota TNI dari kesatuan Zipur Kodam I/BB, di
kawasan ringroad Jalan Gagak Hitam,
Medan, Minggu (11/12) dinihari dinilai oleh Polri hanya akibat salah paham.
Tidak ada tindak
pidana dalam peristiwa yang menyebabkan Brigadir L Manurung kritis dan dirawat
di RM Bhayangkara Poldasu karena dianiaya para anggota TNI itu. Seorang anggota
Zipur Prada Andi Jualianto juga harus dilarikan ke rumah sakit karena tertembus
peluru dari pistol yang ditembakkan Brigadir L Manurung untuk membela diri dari
tindak pengeroyokan.
"Kita melihat
kasus ini berawal dari kesalahpahaman saja. Jadi unsur pidana atas kasus ini
tidak ada. Murni salah paham saja," kata Kabid Humas Poldasu, Kombes Pol
Raden Heru Prakoso, Senin (12/12), di Mapoldasu, Jalan Sisingamangaraja KM
10,5, Medan.
Dikatakan Heru,
dirinya meminta kepada media agar tidak salah memberikan beritanya.
"Harusnya wartawan mengecek langsung ke tempat kejadian perkara (TKP),
biar tahu permasalahannya. Tapi sekali lagi ini masalah salah paham saja,"
sebutnya.
Disinggung, dalam
kasus itu ada korban yakni Brigadir L Manurung mengalami luka tusuk sangkur
akibat dikeroyok sejumlah TNI dan Prada Andi Julianto luka tembak akibat
tertembus peluru, Heru menjelaskan bahwa tindakan itu terjadi karena kedua
belah pihak tidak mengetahui mereka adalah anggota polisi dan TNI.
"Prada Andi
Julianto dan Brigadir L Manurung tidak saling tahu mereka anggota. Akibatnya
peristiwa itu terjadi," ujar Heru Prakoso.
Kembali ditanya,
Prada Andi Julianto tertembus peluru yang diletuskan Brigadir L Manurung, Heru
mengatakan, penembakan dilakukan karena Brigadir L Manurung dikeroyok sejumlah
anggota TNI. "Dia menembak untuk bela diri, karena dikeroyok,"
ungkapnya.
Heru mengungkap
kasus ini berawal dari penggerebekan kasus pidana, yakni narkoba, judi atau
lainnya. Pasti Poldasu akan mengusutnya, karena peristiwa yang mengakibatkan
luka-luka efek dari kerja polisi.
Dalam kasus ini,
Wakapoldasu Brigjen Pol S Allagan telah menemui pihak Zipur I/BB. Dalam
pertemuan itu disebutkan peristiwa pengeroyokan akibat kesalahpahaman anggota.
Hal ini dilakukan agar tidak ada kekeliruan sesama anggota TNI dan polisi.
"Kalau
dilihat, kasus ini terjadi karena senggolan kendaraan saja. Merasa tidak terima
maka terjadi peristiwa ini," ungkapnya.
Seperti diberitakan
sebelumnya, Brigadir L Manurung kritis akibat dikeroyok sejumlah oknum anggota
TNI dari kesatuan Yonif Zipur Kodam I/BB. Selain babak belur dibukuli, ia
menderita luka cukup parah karena ditikam menggunakan sangkur.
Sedangkan anggota
TNI Prada Andi Julianto yang diduga ikut dalam pengeroyokan itu juga kritis
karena tertembus peluru pistol Brigadir L Manurung yang membela diri. Kedua
aparat negara itu kini masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Kejadian berawal
ketika Brigadir L Manurung melintas di kawasan ringroad Jalan Gagak Hitam
menuju arah Pondok Kelapa, Jalan Asrama, Medan mengendarai mobil Kijang.
Di saat yang
bersamaan, melintas seorang anggota TNI berpakaian preman mengendarai sepeda
motor di Jalan Gagak Hitam dari arah Jalan Asrama. Ketika anggota TNI itu
berputar di salah satu persimpangan menuju arah Jalan Asrama, melintas Brigadir
L Manurung dan terjadi senggolan.
Anggota TNI itu pun
mengejar Brigadir L Manurung dan menghalangi laju mobil. Keduanya pun terlibat
adu mulut.
Sekitar 20 menit
kemudian, puluhan oknum anggota TNI Yonif Zipur Kodam I/BB mengendarai sepeda motor tiba di TKP. Brigadir L Manurung pun babak belur dipukul
para oknum anggota TNI. Sang polisi masih dipukuli meskipun mengaku anggota Dit
Narkoba Poldasu.
Brigadir L Manurung
pun mencoba menyelamatkan diri dengan lari ke arah pos sekuriti perumahan Tasbi
I, yang hanya berjarak sekitar 10 meter dari TKP. Para oknum anggota TNI
mengejar Brigadir L Manurung dan berhasil ditangkap. Hujan pukulan pun tak
terhindarkan.
Bahkan, salah
seorang anggota oknum TNI diduga mengeluarkan sangkur dan menghujamkanya ke
tubuh Brigadir L Manurung. Ia pun melawan dengan mengeluarkan pistol dari
pinggangnya. Dorr! Satu peluru mengenai dada Prada Andi Julianto dan langsung
roboh.
Prada Andi Julianto
dilarikan ke RSUD Pirngadi Medan. Sedangkan Brigadir L Manurung dilarikan ke RS
Bhayangkara, Jalan KH Wahid Hasyim, Medan.
Kapendam I/Bukit
Barisan Letkol Halilintar Sembiring membenarkan Prada Andi Julianto anggota TNI
yang bertugas di Batalyon Zipur Medan. Tim dokter telah mengoperasi pengangkatan proyektil dari tubuh Prada Andi. “Sudah dilakukan
operasi," katanya.
Kapendam
menjelaskan, sejumlah anggota TNI sudah dimintai keterangan terkait peristiwa
itu oleh Den POM.
"Beberapa
anggota sudah dimintai keterangan. Karena ia (Andi) masih dirawat, hasil
pemeriksaannya belum selesai," ujarnya.
Halinlintar
mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan
Poldasu terkait kejadian ini.
(MedanBisnis
– Medan - M
Fahmi)
3.2.
Analisis Kasus
Berdasarkan sudut
pandang interaksi yang terjadi dalam kejadian tersebut dapat kita katakan bahwa
kejadian tersebut berawal dari komunikasi yang tidak berjalan dengan baik. Berawal
dari kendaraan bermotor dan mobil yang bersenggolan dan keduanya kaget dan
saling emosi karena tidak saling terima. Semua itu akibat dari komunikasi atau
interaksi antar individu yang tidak berjalan dengan baik akibat terlarut dalam
emosi. Berdasarkan dalam tinjauan pustaka interaksi semacam ini dinamakan
conflict atau pertentangan. Dengan demikian kita dapat katakana bahwa dalam
sebuah interaksi social harus adanya kondisi yang dingin tanpa luapan emosi
supaya interaksi berjalan dengan baik, oleh karena keduanya tidak saling tahu
bahwa mereka adalah seorang TNI dan seorang Drigadir di poldasu medan, andai
saja keduanya tidak dalam keadaan emosi dan sampai pada menjelaskan leter
belakang masing-masing, tidak akan jauh mereka akan beralih saling menghormati.
Brigadir L Manurung tidak hanya berselisih dengan seorang anggota TNI saja
namun ketika itu berdatangan anggota TNI lain hingga 10 orang mengeroyok
beliau. Kedatangan sepuluh oknum TNI tersebut menurut keterangan di dalam
tinjauan pustaka terjadi akibat rasa simpati 10 oknum TNI terhadap oknum TNI
yang terlibat perselisihan dengan L Manurung, sehingga munculah rasa
solidaritas dari ke 10 oknum TNI tersebut.
Namun ada
kemungkinan juga dalam artikel tersebut ada informasi lain yang disembunyikan.
Kemi rasa bahwa kalimat yang menyetakan ada kesalah fahaman tersebut hanya
selubung untuk menutupinya. Pasalnya, sebuah kesalah fahaman berbuah
pertumpahan darah. Mungkin saja isu bahwa adanya sentiment negatif TNI
terhadap Polisi dan sebaliknya itu yang
menjadi akibat perselisihan yang hebat tersebut. Interaksi mungkin sudah
berlangsung dan kedua belah pihak telah mengetahui latar belakang
masing-masing, namun karena adanya sentimen negatif antar kedua belah pihak,
maka dengan hal kecil seperti itu sampai membuahkan insiden yang memakan
korban. Karena bias saja dalam tindak lanjut kasus tersebut media web dijadikan
alat pembersihan citra kedua instansi pemerintah tersebut. Takut ada anggapan
bahwa antara TNI dan polisi ada ketegangan atau ada gesekan-gesekan baik itu
hanya oknumnya, namun hal tersebut penting untuk di rahasiakan karena berkaitan
dengan stabilitas social Negara kesatuan republik Indonesia. Sebagai alat sosialisasi
yang cukup efektif maka ditulislah artikel ini dalam web dengan tujuan
demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar